Tugas 2

Terapi Eksistensial Humanistik

    Terapi Eksistensial Humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia bertanggung jawab atas dirinya

      Terapi eksistensial tidak terikat pada salah seorang pelopor, akan tetapi eksistensial memiliki banyak pengembang, tetapi yang populer adalah Victor Frankl, Rollo May, irvin Yalom, James Bugental, dan Medard Boss.

1. Konsep dasar pandangan humanistik eksistensi

     Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada 5 pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsepkonsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:

1. Kesadaran Diri

    Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.

2. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan

     Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.

3. Penciptaan Makna

     Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”

2. Unsur-unsur Humanistik Eksistensial

     Dalam pandangan eksistensial-humanistik, penderita yang neurotic adalah orang yang kehilangan perasaan berada dan kehilangan perasaan berada ini menimbulkan depresi. Terapi humanistik eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar. Terapi humanistik juga  lebih memusatkan pada apa yang dialami pasien pada masa sekarang bukan pada masa lalu

Tugas utama terapis adalah membantu penderita agar ia menyadari keberadaannya di dunia ini.

Tujuan terapi adalah membantu penderita supaya ia memperolehatau menemukan kemanusiannya yang hilang. Dengan kata lain, terapis eksistensial-humanistik membantu memperluas kesadaran diri penderita dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab terhadap arah hidupnya sendiri. Oleh karena itu, terapis humanistic-eksistensial membantu penderita agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan-tindakan memilih diri dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.

3. Teknik-teknik Terapi

    Teknik eksistentsial-humanistik tidak memiliki teknik-tekni yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya. Metode-metode yang berasal dari teori gestalt dan analisis transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam teori eksistensial-humanisitk. Buku The Searc for “ Authenticity (1965) dari Bugental adalah sebuah karya lengkap yang mengemukakan konsep-konsep dan prosedur-prosedur psikokenseling eksistensial yang berlandaskan model psikoanalitik. Bugental menunjukan bahwa konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transferensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek konseling eksistensial. Ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan fase kerja konseling yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.

Person Centered Therapy

 

     Carl R. Rogers mengembangkan person centered theraphy sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan- keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan person centered theraphy adalah cabang dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Pendekatan person centered ini bergantung pada kesanggupan pribadi seseorang tersebut untuk menemukan arahnya sendiri.

     Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa:’ person centered theraphy merupakan tekhnik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri.

1. Konsep Person Centered oleh Rogers

  Dalam proses konseling selalu memperhatikan perubahan- perubahan kepribadian, maka atas dasar pengalaman klinisnya Rogers memiliki pandangan- pandangan khusus mengenai kepribadian, yang sekaligus menjadi dasar dalam menerapkan asumsi- asumsinya terhadap proses konseling. Kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus- menerus antara organisme, self, dan medan fenomenal. Untuk memahami perkembangan kepribadian perlu dibahas tentang dinamika kepribadian sebagai berikut :

  1. Kecenderungan Mengaktualisasi Rogers beranggapan bahwa organism manusia adalah unik dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan, mengatur, mengontrol dirinya dan mengembangkan potensinya.
  2. Penghargaan Positif Dari Orang Lain Self berkembang dari interaksi yang dilakukan organism dengan realitas lingkungannya, dan hasil interaksi ini menjadi pengalaman bagi individu. Lingkungan social yang sangat berpengaruh adalah orang- orang yang bermakna baginya, seperti orang tua atau terdekat lainnya. Seseorang akan berkembang secara positif jika dalam berinteraksi itu mendapatkan penghargaan, penerimaan, dan cinta dari orang lain.
  3. Person yang Berfungsi Utuh Individu yang terpenuhi kekbutuhannya, yaitu memperoleh penghargaan positif tanpa syarat dan mengalami penghargaan diri, akan dapat mencapai kondisi yang kongruensi antara self dan pengalamannya, pada akhirnya dia akan dapat mencapai penyesuaian psikologis secara baik.

2. Unsur-unsur terapi

    Munculnya Masalah atau Gangguan : Apabila kodrat alamiah organismik yang potensial seperti sifat konstruktif, realistik, progresif, dapat dipercayai, dan potensial untuk berkembang tidak dihalangi maka aka berkembang sepenuhnya sehingga mampu berfungsi sebagai fully human being. Sedangkan yang tidak berkembang maka hidupnya tidak selaras dengan kodrat alamiahnya.

Tujuan Terapi : Mengembangkan klien kepada kehidupan perasaan dan mendorongnya untuk menemukan  feeling-selfnya yang asli. Membantu klien agar mampu membiarkan kehidupan perasaannya tanpa halangan dan dapat mensimbolisasikan pengalamannya dalam sebuah konsep diri yang lebih memadai.

Peran Terapis : Peran utama terapis adalah membantu menyesuaikan konsep diri klien dengan seluruh pengalamannya agar pengalaman tersebut tidak dialami sebagai ancaman terhadap konsep dirinya, tetapi sebagai suatu yang dapat diintergrasikan dalam sebuah konsep diri yang luas

3. Tekhnik terapi Client- Centered

   Menurut Rogers (dalam Flanagan & Flanagan, 2004: 183) konselor harus memiliki tiga sikap dasar dalam memahami dan membantu konseli, yaitu congruence, unconditional positive regard, dan accurate empathic understanding

– Congruence
Konsep yang dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintegrasi selama pertemuan konseling. Konselor tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsif terhadap konseli

– Unconditional positive regard

Perhatian tak bersayarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal yang buruk atau baik. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada konseli

– Accurate empathic understanding

Sikap ini merupakan sikap yang krusial, dimana konselor benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif konseli. Tugas konselor adalah membantu kesadaran konseli terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Rogers percaya bahwa apabila konselor mampu menjangkau dunia pribadi konseli sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh konseli, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari konseli, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi

Secara garis besar tekhnik terapi Client- Centered yakni:

  1. a) Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi.
  2. b) Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka, yang menyakinkan konseli dia diterima dan dipahami.
  3. c) Konselor memungkinkan konseli untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan perilakunya

Logoterapi

      Kata logoterapi berasal dari dua kata, yaitu “logo” berasal dari bahasa Yunani “logos” yang berarti makna atau meaning dan juga rohani. Adapun kata “terapi” berasal dari bahasa Inggris “theraphy” yang artinya penggunaan teknik-teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit. Jadi kata “logoterapi” artinya penggunaan teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit melalui penemuan makna hidup (Budiraharjo, 1997: 151)

     Pandangan Frankl tentang kesehatan psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti. Tentu saja ini merupakan kerangka, di dalamnya segala sesuatu yang lain diatur. Frankl berpendapat bahwa manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri dan kemudian setelah menemukan mencoba untuk memenuhinya. Bagi Frankl setiap kehidupan mempunyai makna, dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl yang dinamakan Logoterapi. Logoterapi memiliki tiga konsep dasar, yakni kebebasan berkeinginan, keinginan akan makna, dan makna hidup

1. Konsep dasar pandangan Frankl

a. Konsep kebebasan berkeinginan

    Konsep kebebasan berkeinginan (freedom of will), mengacu pada kebebasan manusia untuk menentukan sikap (freedom to take a stand) terhadap kondisi-kondisi biologis, psikologi, dan sosiokultural. Kualitas ini adalah khas insani yang bukan saja merupakan kemampuan untuk mengambil jarak terhadap berbagai kondisi lingkungan, melainkan juga kondisi diri
sendiri. Dalam pandangan Logoterapi kebebasan disini adalah kebebasan yang bertanggung jawab agar tidak berkembang menjadi kesewenangan.

b. Konsep makna hidup yaitu hal-hal yang memberikan arti khusus bagi seseorang yang apabila berhasil dipenuhi, akan menyebabkan kehidupannya dirasakan berarti dan berharga, sehingga akan menimbulkan penghayatan bahagia. Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapa pun, tetapi harus dicari dan ditemukan sendiri. Orang lain hanya dapat menunjukkan hal-hal yag potensial bermakna, akan tetapi kembali pada orang itu sendiri untuk menentukan apa yang ditanggapinya. Makna yang kita cari memerlukan tanggung jawab pribadi. Bukan orang lain atau sesuatu yang lain, bukan orang tua, teman, atau bangsa yang dapat memberi kita pengertian tentang arti dan maksud dalam hidup kita. Tanggung jawab kitalah untuk menemukan cara kita sendiri dan tetap bertahan di dalamnya setelah kita temukan.

c. Keinginan akan makna

   Upaya manusia untuk mencari makna hidup merupakan motivator utama dalam hidupnya, dan bukan “rasionalisasi sekunder” yang muncul karena dorongan-dorongan naluriahnya. Makna hidup ini merupakan sesuatu yang unik dan khusus, artinya ia hanya bisa dipenuhi oleh yang bersangkutan; hanya dengan cara itulah ia bisa memiliki
arti yang bisa memuaskan keinginan orang tersebut untuk mencari makna hidup (Frankl, 2004 : 160). Dalam analisisnya, Frankl berpendapat bahwa pleasuredan powersebenarnya tercakup dalam the will to meaning, kekuasaan merupakan sarana penting mencapai makna hidup, dan kesenangan merupakan akibat samping dari terpenuhinya makna dan tujuan hidup (Bastaman, 1994). Hasrat untuk hidup bermakna bukan sesuatu yang khayali dan diada-adakan, tetapi kenyataan yang benar-benar dirasakan penting dalam kehidupan. Frankl sengaja menyebut “the will to meaning” dan bukan “the drive to meaning”, karena makna dan nilai-nilai hidup tidak mendorong, tetapi seakan-akan menarik  dan menawarkan  kepada manusia untuk memenuhinya (Bastaman, 2000 : 72)

2. Unsur-unsur terapi

 

1. Munculnya Gangguan

a. Neurosis somatogenik, yaitu gangguan perasaan yang berkaitan dengan ragawi

b. Neurosis psikogenik, yaitu gangguan perasaan yang berasal dari hambatan-hambatan psikis

c. Neurosis noogenik, yaitu gangguan neurosis yang disebabkan tidak terpenuhinya hasrat untuk hidup bermakna

2. Tujuan Terapi

   Tujuan utama logoterapi adalah meraih hidup bermakna dan mampu mengatasi secara efektif berbagai kendala dan hambatan pribadi. Hal ini diperoleh dengan jalan menyadari dan memahami serta merealisasikan berbagai potensi sumber daya kerohanian yang dimiliki setiap orang yang sejauh ini mungkin terhambat dan terabaikan.

Selain itu, logoterapi juga bertujuan untuk menolong pasien menemukan tujuan dan maksud dalam hidupnya dengan memperlihatkan bernilainya tanggung jawab dan tugas-tugas tertentu.

3. Peran Terapis

a. Terapis harus menunjukkan kepada klien bahwa setiap manusia mempunyai tujuan yang unik yang dapat tercapai dengan suatu cara tertentu.

b. Terapis berusaha membuat klien menyadari secara penuh tanggung jawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, kepada apa, atau kepada siapa dia harus bertanggung jawab.

c. Terapis tidak tergoda untuk menghakimi klien-kliennya, karena dia tidak pernah membiarkan seorang klien melemparkan tanggung jawab kepada terapis untuk menghakiminya.

3. Teknik-teknik terapi

a. Intensi paradoksikal

  Dalam menjelaskan teknik intensi paradoksikal, Frankl memulai dengan membahas suatu fenomena yang disebut kecemasan antisipatori (anticipatory anxiety), yakni kecemasan yang ditimbulkan oleh antisipasi individu atas suatu situasi dan atau gejala yang ditakutinya. Kecemasan antisipatori ini lazim dialami oleh para pengidap fobia (Koswara, 1992: 116). Teknik paradoxical intention (perlawanan terhadap niat), didasarkan pada dua fakta: pertama, rasa takut bisa menyebabkan terjadinya hal yang ditakutkan; kedua, keinginan yang berlebihan bisa membuat keinginan tersebut tidak terlaksana.

b. Derefleksi

   Teknik Derefleksi yaitu memanfaatkan kemampuan transendensi diri (self-transcendence) yang dimiliki setiap manusia dewasa. Setiap manusia dewasa memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dan tidak lagi memperhatikan kondisi yang tidak nyaman, tetapi mampu mengalihkan dan mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang positif dan bermanfaat. Di sini klien pertama-tama dibantu untuk menyadari kemampuan atau potensinya yang tidak digunakan atau terlupakan. Ini merupakan suatu jenis daya penarik terhadap nilai-nilai pasien yang terpendam. Sekali kemampuan tersebut dapat diungkapkan dalam proses konseling maka akan muncul suatu perasaan unik, berguna danberharga dari dalam diri klien.

Dereflection tampaknya sangat bermanfaat dalam konseling bagi klien dengan pre-okupasi somatik, gangguan tidur, dan beberapa gangguan seksual,seperti impotensi dan frigiditas.

c. Bimbingan rohani (Medical ministry)

  Pendekatan ini memanfaatkan kemampuan insani untuk mengambil sikap (to take a stand) terhadap keadaan diri sendiri dan keadaan lingkungan yang tak mungkin diubah lagi (Bastaman, 1996:40). Bimbingan rohani kiranya bisa dilihat sebagi ciri paling menonjol dari Logoterapi sebagai psikoterapi berwawasan spiritual. Sebab, bimbingan ruhani merupakan metode yang secara eksklusif diarahkan pada unsur rohani atau roh, dengan sasaran penemuan makna oleh individu atau pasien melalui realisasi nilai-nilai bersikap

Sumber : 

http://digilib.uinsby.ac.id/10126/6/bab%202.pdf

http://idolakonseling.weebly.com/uploads/1/1/2/5/11253075/teori_eksistensial-humanistik.pdf

https://www.academia.edu/9054982/PERSON_CENTERED_COUNSELING

Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: KANISIUS

http://digilib.uinsby.ac.id/9476/3/Bab%202.pdf

http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1-2005-bakhtiyarz-565-Bab3_110-2.pdf

https://id.scribd.com/doc/103040721/LOGOTERAPI

Leave a comment