0

Terapi Psikoanalisis

Kasus Menggunakan Terapi Psikoanalisis

Perempuan.com – Namaku Teresia, kini usiaku sudah 33 tahun. Kata teman-teman, aku cantik dan proporsional dengan tinggi badan 165 cm dan berat 51 kg.  Dengan wajah rupawan tak sulit bagiku untuk mendapatkan pacar. Sejak SMA hingga kuliah aku sudah berbelas kali putus sambung. Jika pacarku menampakkan gejala serius, aku pasti mencari alasan untuk memutuskannya.

Entah kenapa aku takut dengan komitmen. Aku takut berumah tangga dan menjalin ikatan keluarga. Aku hanya senang pacaran saja. Namun, setelah usiaku menginjak 30 tahun dan semua sahabat perempuanku sudah menikah, aku merasa ada yang salah dengan diriku. Entah kenapa aku begitu takut untuk menikah.

Setiap pacarku mengajak ke jenjang lamaran, terbayang peristiwa mengenaskan tentang Ibuku yang sering disakiti oleh Ayah. Ibuku adalah Ibu rumah tangga, ibu sangat memuja Ayah sehingga apapun yang Ayah lakukan Ibu hanya diam. Bahkan suatu hari Ibu di pukul oleh Ayah hingga berdarah hidungnya. Ibu hanya diam dan duduk membiarkan Ayah memukulinya lebih hebat.

Saat itu aku masih kanak-kanak, aku hanya bisa menangis di balik lemari melihat kegarangan Ayah. Aku beserta adikku seringkali bersembunyi dibawah kolong ranjang berharap Ayah tak menemukan kami. Kami berdua berpelukan dan saling membekap mulut agar tak bersuara. Pengalaman ini sungguh menakutkan.

Ayahku dulu bekerja di sebuah bank besar di bagian administrasi, namun sejak kena pemutusan hubungan kerja, Ayah menjadi mudah marah dan menjadi kejam dirumah. Kesalahan kecil saja sudah membuat Ayah meradang. Pernah suatu hari Ayah pulang dari pergi dan tak menemukan Ibu dirumah. Ibu sedang ke rumah tetangga untuk menengok anak tetangga yang sakit. Ibu sudah berpesan padaku agar menutup pintu rumah. Ternyata aku lupa menutup pintu rumah, saat Ayah pulang. Ayah nampak mulai marah dan memintaku untuk memanggil Ibu.

Dengan tergopoh-gopoh Ibu pulang.  Ayah sudah menghadang di depan pintu rumah dan langsung melayangkan tinjunya tepat di pipi Ibu. Ketika Ibu terjatuh, Ayah bukannya menolong tetapi terus  menendang Ibu. Aku dan adik menjerit-jerit ketakutan namun Ayah juga memukul keras wajahku serta mendorong adikku hingga jatuh. Ibu berteriak melarangnya hingga Ibu pingsan.

Selama beberapa hari ke depan Ibu tak mau keluar rumah, akulah yang disuruh ke warung untuk membeli sayur serta keperluan memasak. Jika warna biru di wajah ibuku sudah hilang, barulah Ibu berani pergi ke warung untuk belanja. Hal ini terjadi berulang kali, hingga suatu hari Ayah tak pernah pulang lagi. Ayah hanya meninggalkan sepucuk surat yang mengatakan bahwa Ayah pergi mencari kerja ke kota Sumatera. Sejak itu kami tak pernah bertemu Ayah lagi.

Namun sejak saat itu, aku tak ingin berumah tangga, demikian pula dengan adik, walaupun Ibu pernah menanyakan, kapan aku akan berumah tangga, tapi aku tak minat. Aku tak ingin mempunyai suami seperti Ayahku.

Kata Ibu, dulu saat pacaran Ayah sangat baik dan memanjakan Ibu. Namun setelah menikah dua tahun perangai Ayah mulai berubah. Ayah senang memaki kotor dan melempar barang dirumah jika marah. Lama-lama Ayah malah memukul dan mencederai Ibu.

Biarlah aku memilih hidup seperti ini. Aku sudah memutuskan tak ingin menikah. Aku tak ingin dipukuli seperti Ibuku.

Analisis Kasus  :

     Dalam kasus di atas, dapat dilihat bahwa teresia  takut berumah tangga dan menjalin ikatan keluarga karena ia terbayang peristiwa mengenaskan tentang Ibu nya yang sering disakiti oleh Ayah nya. suatu hari Ibu di pukul oleh Ayah hingga hidungnya berdarah. Ibu nya hanya diam dan duduk membiarkan Ayah memukulinya lebih hebat. Ini tejadi karena ayahnya di PHK dari pekerjaannya, saat ia masih anak-anak beserta adiknya, dia tidak bisa melupakan kejadian itu hingga membuatnya takut akan membuat komitmen menikah dengan seseorang.

     Salah satu bentuk penangannya bisa dengan Asosiasi bebas sebagai salah satu teknik psikoanalisis. Salah satu pasien Freud, menyebut metode  free association sebagai “penyembuhan dengan bicara”. Maksudnya suatu metode terapi yang dirancang untuk memberikan kebebasan secara total kepada pasien dalam mengungkapkan segala apa yang terlintas dibenaknya, termasuk mimpi-mimpi, berbagai fantasi, dan hal-hal konflik dalam dirinya tanpa diagenda, dikomentari, ataupun banyak dipotong. Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengan katarsis. Asosiasi merupakan salah satu dari peralatan dasar sebagai pembuka pintu keinginan, khayalan, konflik, serta motivasi yang tidak disadari.

     Tehnik ini Freud menggunakan Hipnotis untuk mendapatkan data-data dari klien mengenai hal-hal yang dia pikirkan dialam bawah sadarnya, dengan tehnik ini klien dapat mengutarakan apapun yang dia rasakan tanpa ada yang disembunyikan sehingga psikoterapis dapat menganalisis masalah apa yang sebenarnya terjadi pada klien. Penerapan metode ini dilakukan dengan posisi klien berbaring diatas dipan/sofa sementara terapis duduk dibelakangnya, sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat-saat asosiasinya mengalir dengan bebas. Dalam hal ini terapis fokus bertugas untuk mendengarkan, mencatat, menganalisis bahan yang direpres, memberitahu/membimbing pasien memperoleh insight (dinamika yang mendasari perilaku yang tidak disadari).

Sumber       :

http://perempuan.com/story/trauma-membuat-aku-takut-menikah/